Link Banner

Just Why?

Hu hu hu hu, sendirian 3 minggu begini, sepertinya topik tulisanku jadi agak-agak berat.Rasional juga siy. Membaca 2 koran harian setiap hari, dengan puluhan topik berbeda, dan sekaligus kerahkan semua ilmu psikologis untuk tetap bertahan di keterpisahan aku bersama Salwaa dan ms Rinto, juga keluarga besarku di Lombok.Belum lagi realitas-realitas sosial sehari-hari.
Ah ya, aku lupa. 3 malam lalu, aku dapati sedikit shock psikologi therapy. Bukan di ruangan psikiater tentu. Itu terjadi di kamar tidur ibu kosku yang 4x5 meter. Dengan satu tipi 29inch, diletakkan jejeran dengan satu tipi lainnya berukuran 14". Malam minggu, sepulang dari pengajian suronan yang lazim dilakukan di Semarang. Aku membantu Frendi, si ragil yatim, membuka amplop sumbangan haknya. Terkumpul 5ratusan ribu. Subhannallah. Tak terkira syukurku, masih berada dilingkungan masyarakat yang perduli anak yatim.
Sebagian pasti berpikir,"Ah, sumbanganku masih lebih besar"Atau,"Alah...aku malah sudah bikin Pesantren, atau mushola, atau malah masjid"...
Tapi, ya. Untuk seorang Frendi, Febri [kelas 1 SMP] dan aku pribadi, nilai 5ratus ribu sangat besar. Di aku, itulah gajiku sebulan.Untuk Frendi dan Febri? 5 ratus ribu, bisa belikan kaos Snex dan bola kaki kesenangan mereka.Untuk aku? Makan sebulan yang jelas. Susu Salwaa, dan sdikit tabungan untuk sekolah Salwaa nanti.
Ah, ia. Kembali ke topik yang berat. Beberapa bulan lalu, saat akhirnya jadikan blog ini sebagai satu signature untul email pribadiku, satu teman terbaikku akhirnya tahu, aku bukan lagi jilbaber. Ya, saat dikampus, alhamdulillah, Allah SWT berkenan sempatkan aku tutup aurat. Bodohnya aku, saat menikah dan pindah ke Semarang sini, masih juga panjangkan waktuku tak lagi kenakan penutup aurat.
Kenapa?
Alasannya?
Disinilah beratnya. Tak kan ada satupun alasan yang benarkan pilihanku. Dan aku tak ingin habiskan kata-kata melakukannya, karena, apapun dan bagaimana pun, tetaplah aku belum kenakan lagi sang penutup aurat.Dan akan sangat naif, jika katakan, ya, aku masih ingin sebagai jilbaber.
Ah, ia. Cukuplah dulu. Nanti tegerak lagi aku gunakan dan berlindung di kata-kata.
Hanya, mohon doa kawan-kawan semua, Allah SWT berkenan berikan lagi kesempatan berikutnya. Untuk dan atas kebaikan ku sendiri.

Related Posts

4 comments

  1. Lhaa...
    ndi isi postingan'e yoo??

    ReplyDelete
  2. Menyentuh sekali isi postingan-nya Bun.... Jangan lupa, satu hal lain yang gak kalah penting: niat dan isi hati hati kita. Mungkin sekarang tidak berjilbab, tapi hati Bunda masih sebaik saat berjilbab... atau malah lebih baik.

    ReplyDelete
  3. Waahhh..
    500rb bagiku?
    Hmm, itu brarti pulsa henpon lebi banyak dan tabungan merit bertambah, hehe

    Bund,
    kangen..
    ra tau mampir maneh nang omahku :(

    ReplyDelete
  4. >> Reth : He He...Wis bar to...Biasa, blog dah di'jatah' ni dikantor...
    Maaf ya Dung...Bos gi nyari cara biar koneksi bisa kembali all day kek dulu lagi...Kalo dah all day, BW mah is a must dunk...

    >> Ibeth : Tu kan, mang di postingan dimari komennya Ibeth :P
    IAllah ya Beth. Perjuangan menjadi baik luar dalam itu yg memang lebih berat. Smoga kita smua mampu dan selalu tergerak melakukannya. Amin Robbul Amin

    ReplyDelete

Post a Comment