Link Banner

Siapkan 4 Dasar Jadi Content Creator di Metaverse

   Ruang digital jaman now, kini ber-quantum leap ke term baru, metaverse. Tidak sekadar dunia digital, metaverse serasa ‘bumi’ baru. Siapapun bisa eksis di dunia baru ini. Termasuk profesi yang sedang saya geluti sekarang, Content Creator, dengan kekhususan pada kepenulisan.
Selfie bareng salah satu lukisan Pelukis Perempuan Lombok yang sedang pameran di Taman Budaya, NTB. Judul lukisan- Jejak, Pelukis: mbak Hajjah Novia Ariana. Dokpri
    Lantas, apa saja yang perlu disiapkan? Jika saya seorang penulis dan akrab dengan dunia literasi digital masa kini, cukup dan mampukah saya eksis di metaverse hanya dengan skill menulis? Layak jualkah karya tulis saya yang seringkali fokus pada konten kepariwisataan, UMKM atau kepedulian lingkungan melalui jejaring pengelola bank sampah?

Empat Kesiapan Dasar Content Creator di metaVerse

    Momen terpilihnya Indonesia sebagai salah satu presidensi G20, tak dipungkiri telah menjadi penggerak dari banyak perubahan serta kegiatan lintas sektor di negeri kita tercinta. Di Bali pula, selain agenda pertemuan presidensi G20, akhir Agustus nanti diadakan satu event internasional. Tepatnya, NXC International Summit 2022, yang ditengarai sebagai berkumpulnya para stakeholder yang aktif berjejaring di dunia digital.
    Di awal Agustus sendiri, Telkom Group, yang telah lama eksis menjadi Fast Internet Provider terbaik Indonesia, menginisiasi lahirnya metaNesia. metaNesia digadang sebagai jawaban untuk tantangan hadirnya platform dunia digital baru di atas. Kutipan pernyataan Erick Thohir, Menteri BUMN RI, di rilis peluncuran metaNesia (Web Telkom, 05/Agustus 2022) menyebutkan, bahwa metaNesia sebagai wadah bertemunya jejaring dunia digital yang telah siap berinteraksi dengan memanfaatkan teknologi AI (Artificial Intelligence), AR (Augmented Reality) atau VR (Virtual Reality).
Launching metaNesia Telkom Group di 5 Agustus lalu. SS Web Telkom
   Pernyataan lanjutannya, juga mengingatkan agar dunia digital baru ini menguntungkan semua pihak yang terlibat, utamanya konsisten mendukung dan optimal mengembangkan pondasi ekonomi kerakyatan.
    Nah, jika saya yang berlatar belakang kepenulisan dan karya tulis saya bisa menjadi produk layak jual di metaNesia, perlu juga bersiap dengan beberapa hal mendasar. Untuk ini, referensi rujukan saya kutip dari web katadata.
    Pertama, kesiapan mendasar memulai aktivitas di metaverse – atau langsung saja saya sebut contoh utamanya yaitu metaNesia, tiada lain dan tiada bukan, ya kestabilan internet. Ini bahkan menjadi kebutuhan utama. metaNesia sendiri baru bisa dicoba melalui dua OS (Operational System), yaitu Windows dan Mac. Namun, ke depan segera tersedia pula di OS Android, IOS dan VR.
Siap bebas berkreasi dan eksis di metaNesia, berkat dukungan internet stabil, speed wuzz-nya Telkom. Dokpri
  Kedua, saya juga harus mulai belajar lebih dalam terkait blockchain. Syukurnya, aktivitas harian saya di ruang digital, relatif memudahkan untuk saya mencari referensi sebanyak mungkin.
   Ketiga, belajar pula memahami sistem pendanaan di metaNesia. Sedikit frase yang mampu mulai saya ingat, di antaranya NFT (Non-fungible token), ethereum, atau crypto. Istilah pendeknya, token saja. Meski pernah bekerja aktif di satu layanan exchanger forex online, jujurly, saya masih harus belajar banyak memahami sistem pendanaan di metaNesia.
Lukisan, contoh produk siap jual di metaverse. Yang ini, 2 karya Bu Guru Ana. Pelukis yang rumahnya selemparan jambu kristal di Lombok Timur. Dokpri
    Keempat, agar semakin connect, rasanya memang harus segera membuat akun, untuk kemudian mencoba sendiri berinteraksi di metaNesia. Sssttt, sebenarnya, di Desember tahun lalu sempat ada yang mengajak berinteraksi di metaNesia. Hiks, sekarang jadi nyesal, kenapa gak coba join.
    Betapapun, sebagai Gen X yang rutin berkegiatan digital, saya antusias dengan kesempatan mencoba metaNesia. Apalagi jika kemudian menjadi satu pekerja yang terhubung dengan klien di ruang digital ini. Semakin paham sistem pendanaan serta pengelolaan penghasilan saya.

Eksis Menjadi Penulis di metaNesia Telkom Group

    Masih dari sekian referensi yang saya baca, contoh aktivitas metaverse yang disebutkan banyak diminati di antaranya, live streaming siaran-siaran khusus semacam stand up comedy dan jumpa fans, game builder serta player-nya, atau interaksi langsung UMKM atau stakeholder pariwisata dengan klien bisnis mereka masing-masing.
Kolase sketsa 'Wajah' karya pelukis Tia Sofiana. Cool, ada aktor drakor, juga anime. Sketsa wajah begini, bisa jadi avatar kita saat berinteraksi di metaverse. Dokpri
    Untuk metaNesia sendiri, sempat saya mendapatkan ‘bocoran’ informasi. Bahwa, di dunia digital baru ini, kita berkesempatan menjadi tuan tanah. Ya tentunya dengan telah memiliki akun, punya token yang cukup, terjadi transaksi pembelian, lalu kita akan menerima satu ‘surat tanah’ yang menyatakan kita berhak sebagai pemilik ‘lahan virtual’ tersebut.
    Well, kalau saya si, saya ingin menjadi ‘saudagar’ tulisan saja. Misal, bisa menjual tulisan-tulisan spesifik berbahasa tertentu. Yang unik, mungkin jika tulisan saya dalam Bahasa Sasak Lombok. Kira-kira, kalau kamu juga punya akun metaNesia, mau beli tulisan saya tidak?
    Bayangan indah saya, jika akhirnya berhasil menjual satu tulisan ke klien di metaNesia, saya hendak membeli satu lahan kecil-kecilan. Nantinya, saya hendak membangun bisnis sederhana. Ruang literasi unik berbasis bahasa daerah, kampung kelahiran saya, suku Sasak Lombok.
Kalau rezeki, pengen punya lahan di tepi pantai begini. Kapan pun suntuk, login ke metaNesia, ngepantai kitaaaa. Dokpri
   Semoga lalu nanti bisa berkembang menjadi ruang interaksi, kembali ke tiga fokus kreasi kepenulisan saya: kepariwisataan, UMKM atau kepedulian lingkungan melalui aktivitas sederhana di bank-bank sampah. Kamu, mau ikutan?
Bunsal
Hi, you can call me Bunsal, despite of my full name at my main blog domain. A mom blogger based on Lombok, Indonesia. I do blogging since 2005 and lately using my new email and the domain, start on 2014.

Related Posts

Post a Comment